![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl-2EbJkLZILtesdzH46OOgJ9lQcmz655SULkK7uu5TTb_oDTMG7jwtADezGo_CciG1HmUpM5p_D3hveJJlEgjrup6UF0tgBFlljwhY4cxmGoNOMDCwXNv_OW7jaDEDrJk89FmRf2yfM3j/s320/mahligai+kebesaran.jpg)
Lalu naik kendaraan kuda diarak keliling. Mahasiswa ikut-ikutan seperti mereka, saat menjelang wisuda mereka mengenakan pakaian kebesaran, kemudian diarak naik dokar keliling kampus. Rasulullah saw yang hidup di abad keenam sebelum masehi rupanya sudah tahu bahwa kebesaran seseorang dilihat dari segi cara berpakaian, perhiasan yang dipakai, lantas kendaraan yang dipergunakan. Oleh karena itu Beliau kemudian mengingatkan kepada umatnya bahwa ternyata kebesaran manusia bukan dilihat dari segi ketiga hal tersebut. “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa-rupa kalian dan tidak melihat bentuk tubuh kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian dan amal perbuatan kalian” (HR. Bukhari).
Untuk meraih mahligai kebesaran menurut Rasulullah saw dalam sebuah hadits: (1) seseorang harus mengenakan perhiasan sejati berupa rasa malu, karena malu sebagian dari iman, (2) seseorang harus memakai pakaian taqwa serta (3) seseorang harus memiliki kendaraan yang handal dan tangguh serta mampu melindungi penumpangnya (tidak mudah rusak) dari cidera dan cacat fisik. Kendaraan di sini yang dimasud adalah kesabaran yang prima. Tanpa ketiga hal tersebut, mahligai kebesaran tak mungkin dapat diraih meski dengan pengorbanan harta dan uang yang banyak.
Pertama, seseorang harus mengenakan perhiasan sejati berupa rasa malu. Seseorang yang memiliki rasa malu, akan mampu menepis segala perbuatan yang memalukan dan perbuatan yang menurunkan harga diri. Contoh perbuatan yang memalukan adalah terlibat dalam perzinaan, pelacuran, perselingkuhan yang kini marak di tengah masyarakat, apalagi mencuri . merampok , mencopet, menipu, dll.
Sedangkan perbuatan yang menurunkan harga diri adalah makan di tempat-tempat hiburan atau pesta pernikahan sambil berdiri apalagi berjoged, makan di warung-warung tepi jalan, makan sambil berjalan di mall-mall, apalagi dengan pakaian membuka aurat, pakai celana pendek, celana ketat, tidak mengenakan jilbab atau bergaul dengan mereka. Masyarakat Indonesia cenderung latah meniru gaya berpakaian turism, para selebritis yang cenderung meninggalkan norma Islami. Itulah penghalang untuk meraih kebesaran di sisi Allah swt dan di mata dunia.
Kedua, seseorang harus memakai pakaian taqwa. Pakaian taqwa dipakai tidak sedekarnya saja, lantas sewaktu-waktu dilepas seperti pakaian kebesaran. Orang yang bertaqwa sekedarnya, tidak sungguh-sungguh, sama seperti orang memiliki rasa malu kepada manusia. Ia melaksanakan perintah-perintah Allah sekedar menggugurkan kewajiban dan sebatas pantas dipandang muslim di mata mereka. Sehingga manakala sendirian tidak ada orang, ia meninggalkan shalat dan melakukan dosa-dosa yang tidak diketahui oleh orang lain.
Dengan demikian pakaian taqwa yang sebenarnya adalah pakaian yang selalu dipakai secara rapi dan konsisten tanpa melihat situasi dan kondisi. Bahkan ia memilih pakaian yang indah-indah untuk dikenakan dengan cara melaksanakan perimtah-perintah Allah yang wajib dan perintah-perintah-Nya yang sunah, seperti: shalat malam, shalat Dhuha, berzikir, puasa sunah Senin –Kamis, banyak berbuat ikhsan atau berbuat baik kepada orang lain, bersedekah, bersilaturahim, dll.
Ketiga, seseorang harus memiliki kendaraan yang handal dan tangguh yang mampu melindungi penumpangnya (tidak mudah rusak) dari cidera dan cacat fisik. Artinya, meskipun dalam lingkungan orang-orang yang menghina, mengejek, mencerca dan mencaci maki, ia tabah dan sabar, tidak mudah terpancing untuk marah apalagi dendam. Hampir persoalan konflik, pertengkaran, pertikaian, perselisihan sampai pada permasalahan rumah tangga dan perceraian tidak terlepas dari sikap marah dan emosi yang tidak terkendali.
Dengan demikian sebegitu besar peran dan pengaruh kesabaran yang ada pada diri seseorang untuk menggapai atau tidak sebuah mahligai kebesaran atau singgasana kerajaan. Allah sendiri baru akan memberi pertolongan terhadap hamba-Nya, ketika hamba itu mampu bersikap sabar dan mendirikan shalat. Allah berfirman :” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”(QS 2:153).
Perlu diketahui bahwa sikap sabar itu tidak ada batasnya. Artinya, meskipun dalam jangka panjang seseorang diuji oleh Allah swt, seseorang harus selalu sabar. Dan di situlah letak kunci mencapai sukses yang tiada duanya untuk menggapai mahligai kebesaran. Contohnya, seperti : Nabi Nuh yang kaumnya beratus-ratus tahun enggan untuk beriman. Nabi Musa menghadapi Fir’aun dan kaumnya. Nabi Yusuf sampai dipenjara yang akhirnya menduduki tahta kerajaan.
Menunggu datangnya pertolongan Allah dengan penuh kesabaran, meski dalam tempo yang cukup lama adalah bentuk ibadah kepada Allah swt. Bukan sebuah kekalahan apalagi kehinaan atau kerendahan. Kesabaran manusia seringkali kalah dengan kesabaran binatang semut ketika membawa makanan dan terus jatuh. Belum terdengar semut yang putus asa, lalu meninggalkan makanan. Semoga kita mampu meniru kesabaran semut dalam upaya menggapai kesuksesan besar menyambut masa depan yang gemilang. Amien. Ditulis Oleh Aminuddin bin Halimi 23-06-2012 sumber: http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=1625 Tips Meraih Mahligai Kebesaran
0 comments